Persib Bandung, sejak lama telah dijuluki Maung. Julukan ini bukan tanpa alasan. Maung adalah Harimau. Entitas yang sangat ditakuti dan bersahaja di dalam hutan. Persib, adalah Maung di dunia sepakbola Indonesia. Setidaknya dulu begitu. Dan, 2 tahun belakangan ini juga begitu. Hari ini, bobotoh (sebutan penggemar Persib) bisa jadi adalah fans klub sepakbola paling jumawa di Indonesia. Bagaimana tidak, Persib adalah pemilik piala Liga Indonesia terakhir. Yang dikalahkannya pun bukan klub sembarangan, adalah Persipura klub yang dalam dekade ini adalah klub dengan ciri permainan paling menghibur dan fluid. Sudah jelaslah bagaimana senangnya kami, para bobotoh. Tapi, itu dulu. Musim ini, di kompetisi non-resmi bertajuk Torabica Super Championship 2016 (TSC 2016), Persib Bandung telah berganti pelatih sebanyak 3 kali. Padahal, setengah musim pun belum ada.
(gambar diambil dari jpnn.com/picture/normal/20160225_123516/123516_805976_persib_grafis_radar_bogor.jpg) |
Sebagai seorang bobotoh, melihat kekalahan 4-0 atas Semen
Padang beberapa minggu kemarin merupakan suatu hal yang sangat menyakitkan. Namun,
kekalahan 1-0 di laga terakhir kontra Perseru Serui sungguh mengecewakan. Kekalahan
ini adalah kali ke 4 untuk Persib pada TSC 2016.
4 kekalahan di bawah 3 pelatih yang berbeda, dan kemarin adalah kekalahan kedua di bawah arahan
pelatih Djajang Nurdjaman. Mengejutkan? Mungkin bagi kamu iya. Namun tidak
bagi seorang Pandit Gadungan seperti saya, mengapa? Karena tidak ada yang
spesial dari cara melatih Djajang Nurdjaman. Kalian sebagai bobotoh buta, pasti
akan marah membaca tulisan ini. Tapi, marah kalian pun tidak menyelesaikan
apa-apa. Maka, izinkan saya sebagai Pandit Gadungan mengupas
kekalahan-kekalahan Persib kemarin:
Bhayangkara Surabaya United 4 – 1 Persib Bandung
Ini adalah kekalahan pertama Persib, setelah di 5
pertandingan sebelumnya Persib mengantongi poin 7 dari hasil 4 kali imbang dan
1 kali kemenangan. Di sisi lain, Bhayangkara Surabaya United (BSU) mengumpulkan
5 poin dari hasil 1 kemenangan dan 2 hasil seri. Di atas kertas, harusnya Persib
dapat berbicara banyak pada partai tersebut, namun apa lacur, ide gila yang
entah muncul dari mana yang membuat Dejan Antonic, pelatih Persib saat itu,
memainkan starting eleven yang berbeda pada pertandingan tersebut. BSU, seperti
biasa memainkan pola menyerangnya dengan bertumpu pada lini tengah mereka.
Dejan yang meninggalkan formula permainannya di loker, mendapat pukulan keras
malam itu. Keberanian, jika tidak mau dibilang ke-nekat-an nya, memainkan pola
yang berbeda harus dibayar mahal. Ketidakstabilan lini tengah Persib saat itu
berhasil menjadi lubang besar yang dimanfaatkan dengan baik oleh Bhayangkara Surabaya
United. Apa yang salah? Jelas strategi.
Gresik United 2 – 1 Persib Bandung
Caretaker Harry Setiawan harus melupakan euphoria kemenangan
perdananya menukangi Persib Bandung. Setelah mundurnya Dejan Antonic sebagai
buntut kekalahan 4-1 atas BSU, Harry Setiawan dipercaya oleh manajemen untuk sementara
menahkodai Persib. Sebagai orang yang menemani perjalanan Dejan Antonic di
Persib pada perhelatan ISC 2016 ini, Harry berhasil membuat Persib bermain
dengan nyaman pada partai yang menjadi debutnya melatih Persib. Bermain dengan
pola yang tidak berbeda dengan apa yang diusung Dejan, Harry pun berhasil
meraih kemanangan 2-1 atas Mitra Kukar. Namun, seperti yang Pandit Gadungan
tulis di awal paragraph ini, ternyata awal manis tersebut tidak dapat
menghindarkan Persib untuk menelan kekalahan keduanya pada ISC 2016. Melawan
Gresik United di kandangnya, Persib harus kehilangan poin setelah menyerah 2-1.
Tidak efisiennya lini serang Persib dalam memanfaatkan peluang, ternyata harus
dibayar mahal dengan 2 gol yang disarangkan Gresik United setelah memanfaatkan
lemahnya koordinasi pertahanan Persib malam itu. Apa yang salah? Efektifitas
pemanfaatan peluang.
Semen Padang 4 – 0 Persib Bandung
Debut manis menjadi penanda kembalinya Djajang Nurdjaman ke
kursi pelatih kepala Persib. Namun, seperti yang saya sebutkan di atas,
sebenarnya tidak ada yang special dari cara melatih atau pemilihan strategi
seorang Djajang Nurdjaman. Maka, kekalahan tinggal lah menunggu waktu. Dan…yap,
kita melihat Persib luluh tak berdaya di kandang Semen Padang yang menerapkan
pressing tinggi dan permainan cepat sejak menit awal. Gol pertama, yang menurut
banyak orang adalah kesalahan Yanto Basna, adalah tanda gugupnya barisan
pertahanan Persib yang selalu dibayangi pressing ketat pemain Semen Padang.
TIdak hanya Basna, Vladimir Vujovic yang memberikan operan lemah kepada Basna
di bawah pressing ketat lini depan Semen Padang juga sama salahnya. Selain itu,
posisi Toni Sucipto sebagai fullback kiri yang terlalu jauh dengan CB pun juga
tidak ideal. Maka, dari posisi Basna menerima bola, tidak ada pilihan lain bagi
dia untuk menarik bola ke belakang setelah menerima operan dari Vlado. Namun,
lagi-lagi lini depan Semen Padang berhasil memberikan pressing yang dalam yang
mengakibatkan Basna kehilangan bola. Lalu apa yang terjadi selanjutnya, Marcel
Sacramento langsung menyambar bola tersebut tanpa basa-basi…GOOOLLL.
Selanjutnya, seperti yang kamu sudah tahu kan? Tidak perlu lah dibahas, hanya
membuka luka dan kekecewaan saja.
Apa yang salah? Tidak ada. Setidaknya ini yang saya dapat
dari hasil press conference Djajang Nurdjaman pasca pertandingan. “Gol cepat Semen Padang membuyarkan strategi
saya” sebut pelatih Djajang kala itu. Well, menurut Pandit Gadungan, ini
bukanlah jawaban yang harusnya keluar dari seorang pelatih yang katanya
prestasinya hanya bisa disejajari oleh Pep Guardiola. Kalau ketinggalan di
menit awal, instruksikan tim untuk bermain tenang sesuai rencana. Kalau di 30
menit awal ternyata tidak berubah, maka ubah strategi. Kan seperti itu
seharusnya. Tapi, apa daya, ternyata sebelum pertandingan genap 30 menit, I
Made Wirawan harus memungut bola dari gawangnya untuk kedua kali malam itu.
Ketinggalan 2-0. Lihat bagaimana Basna bukan lah orang yang pas untuk disimpan
sebagai CB. Dia sering bergerak terlalu agresif dan tidak penting. Ah..malas
mengingatnya. Intinya, di pertandingan tersebut jelas tidak terlihat bagaimana
kejelian Djajang Nurdjaman dalam meracik strategi. Apa yang terjadi
selanjutnya? Juan Belencoso yang menjadi striker pada partai itu, dikritik
habis. Tidak bisa membuat peluang lah, tidak punya skill lah, dll yang berujung
pada statement dari Manajer Persib Bandung untuk tidak lagi memakai Belencoso. Statement
macam apa ini?! Padahal, saya yang seorang Pandit Gadugan saja jelas bisa
melihat kalau permainan Persib tidak berkembang. Tidak kreatif. Kamu bisa lihat
juga kan? Kalau tidak bisa lihat, mungkin topi koboy dan kumis kamu ngalangin.
Perseru Serui 1 – 0 Persib Bandung
Saya tidak lihat pertandingannya. Jadi saya tidak bisa tulis
apa-apa. Dari pada ngarang, toh? Sudahlah, kalah dari tim yang baru saya dengar
namanya tahun ini sudah cukup bercerita banyak tentang performa Persib hari
ini.
Lalu, Harus Bagaimana Selanjutnya.
Ok, kamu pasti baca sambil komat-kamit protes “ah, ngomong
doang” atau “maneh bisa, ngga?” atau “bacot!” atau “Coach DN kan sudah
berhasil, maneh protes aja bisanya” atau “Wasit Goblog” dan lain-lain.
Baiklah, sebagai seorang bobotoh yang juga tukang komentar
dan juga merangkap Pandit Gadungan, inilah saran dari saya:
1. Evaluasi ulang pola 4-4-2 / 4-2-3-1
Magis formasi 4-4-2 atau 4-2-3-1 untuk Persib itu sebenarnya sudah hilang
ketika Makan Konate hengkang dan Manajemen gagal mencari penggantinya. Memang
Persib punya Robertino Pugliara, tapi, lihatlah bagaimana support dari pemain
sekitarnya. Robertino adalah seorang playmaker tim. Bukan tipikal box-to-box
seperti Konate dan juga bukan seorang Fantasista. Apa artinya? Dia tidak bisa
menciptakan keajaiban sendiri. Support dari pemain disekitar Pugliara harus
dekat. Inilah yang tidak diberikan oleh pola permainan Persib saat ini. Dua
gelandang sudah di instruksikan untuk menjadi holding midfielder. Iya, Hariono
dan Kim Kurniawan. Otomatis, di lini tengah ke atas, hanya ada winger yang
berpotensi “membantu” permainan Pugliara. Namun, dari nama-nama seperti Atep,
Tantan, Zulham dan David Laly yang kerap mengisi posisi tersebut, jarang ada
yang memberikan support itu kepada Pugliara. Mungkin, hanya Atep dan Zulham
yang bisa memberikan permainan “tek-tok” dengan Pugliara di tengah karena
Tantan dan Laly lebih banyak bergerak di sisi luar. Untuk Laly, patut diberi
catatan tersendiri, terkadang, ia seperti tidak diberikan instruksi apa-apa
selain berlari dan menjauh ke kiri. Jauh sekali..lalu out. Menyedihkan. Maka
lihat apa yang terjadi ketika winger-winger tadi tidak memberikan support
kepada Pugliara? Belencoso pun turun ke bawah untuk menjadi “teman” Pugliara di
tengah. Sayangnya, Belencoso tidak dianugrahi kecepatan dan kelincahan yang
mumpuni sehingga sangat sering terlihat ketika centering dilakukan ke kotak
penalty, tidak ada siapa-siapa di sana. Sedih. Dan dimata saya, Sergio Van Dijk
pun punya tipikal yang sama. Hanya saja, sepakbola Indonesia sudah merasuki
akal sehatnya, sehingga SVD rela berlari “naik-turun” menghabiskan stamina nya
dengan tidak efektif. Maka, selama tidak ada yang bisa memberikan support
kepada Robertino, selamanya dia akan bermain tidak efektif dan peluang pun akan
sedikit tercipta.
2. Latih pola 3-5-2
Ya, inilah pola klasik sepakbola Indonesia. Dulu, dari jaman
Galatama, lalu ke Liga Dunhill, banyak tim-tim di Indonesia memainkan pola ini.
Bahkan, formasi ini adalah langganan tim nasional Indonesia di masa lalu. Kenapa
pola ini begitu “laku” di Indonesia? Karena, pola 3-5-2 cocok untuk permainan
kolektif tim dengan performa fisik yang pas-pas an. Jika kamu ga punya pemain
yang bisa memainkan peran holding midfielder dengan baik, ambil pola ini. Jika
tim kamu tidak punya pemain yang bisa memerankan fullback dengan baik, pakai
pola ini. Jika komposisi tim kamu terdiri dari pemain dengan skill cukup, namun
tidak mumpuni, ambil pola ini. Kamu pasti sudah menjadi saksi bagaimana Italy
di Euro 2016 kemarin kan? Italy di Euro 2016 kemarin disebut mayoritas pengamat
sebagai “the worst Italian team ever”, namun kejelian pelatih Antonio Conte
memainkan pola 3-5-2 berhasil membawa Italy ke babak Quarter Final dan hanya kalah “hoki”
saat tos-tos an dengan German.
Berkaca pada kesuksesan Conte meramu tim Italy dan melihat
squad yang dimiliki Persib saat ini, Pandit Gadungan berpendapat pola 3-5-2 tepat
untuk dimainkan oleh Persib saat ini. Lagipula, turnamen ini TSC ini kan
tergolong “tarkam”. Ya, tarkam yang naik kelas lah karena disponsori merek
terkenal. Tarkam karena tidak akan pernah di acknowledge oleh FIFA. Jadi, ini
adalah saat yang tepat untuk mencoba-coba formasi baru. Maka, izinkan Pandit
Gadungan ini mengeluarkan pendapat untuk formasi Persib saat ini.
KIPER
I Made Wirawan, sebagai sosok paling berpengalaman di pos
ini sudah sewajarnya memegang posisi inti. Namun, tidak ada salahnya kan untuk
sesekali memainkan pelapisnya.
DEFENDER
Vladimir Vujovic, bek paling agresif dan reliable yang ada
di Persib saat ini. Pengalamannya membawa Persib 2 kali juara di musim lalu,
membuat semangatnya sangat tinggi saat membela Persib. Maka tidak bisa
kamu membiarkan Vlado duduk di bangku cadangan. Menentukan 2 pendamping Vlado
di lini belakang Persib saat ini cukup sulit. Minimnya jam terbang dari Diaz
Angga ataupun Hermawan membuat kedua pemain tersebut cukup riskan jika
dimainkan bersamaan. Namun, memilih Yanto Basna pun bukan tanpa resiko.
Baiklah, maka coba kita pasangkan Vlado dengan Purwaka Yudi dan Yanto Basna di
belakang. Hermawan bisa sesekali di rotasi di posisi pemain belakang tersebut.
Atau, mungkin Toni Sucipto yang dipasangkan di lini belakang ini.
MIDFIELDER
Dalam formasi 3-5-2, 2 pemain di lini tengah berperan
sebagai wingback. Ada pemain yang berpotensi mengisi 2 posisi ini di Persib,
yaitu Toni Sucipto dan Jajang Sukmara. Toni Sucipto sudah lama bermain di sisi
kiri Persib. Namun, posisi natural Jajang yang di kiri pun membawa keraguan
apakah dia bisa memainkan peran wingback kanan? Jika, Jajang bisa bermain di
kanan sama baiknya dengan saat ia bermain di kiri, maka posisi wingback sudah
terisi. Namun, jika ternyata Jajang tidak bisa bermain di kanan sebagus jika ia
bermain di kiri, maka alternatifnya adalah memainkan Jajang di kiri dan Diaz
Angga di kanan. Toni? Bisa dimainkan jadi CB sejajar di belakang bersama Vlado
dan Purwaka.
Dari 5 pemain di tengah, 2 sudah terisi. Tinggal 3 yang
kosong, yap mari tentukan apa yang kurang. Potensi Robertino Pugliara jelas
sayang jika tidak dapat dioptimalkan. Maka, 1 tempat jelas akan diberikan
kepada Robertino. Ia bisa bermain di belakang 2 striker nantinya. Nah, tinggal
menentukan 2 pemain yang akan menjadi support Robertino di lini tengah. Jika
menginginkan stabilitas lini tengah, duet Hariono – Kim bisa menjadi pilihan.
Namun, jika ingin bermain lebih agresif dan menyerang, duet Taufik – Kim bisa
dipilih. Mengapa Kim yang regular, bukan Hariono? Pertama, Kim bisa menahan
emosi dan agresifitasnya, artinya Kim bisa bermain lebih tenang dibanding
Hariono. Kedua, Kim bisa memainkan peran holding midfielder modern. Tidak lama
memegang bola dan sabar memainkan bola di tengah dan belakang. Ketiga, usia.
Dengan usia yang relative lebih muda, stamina Kim lebih stabil dan untuk proyek
jangka panjang, Kim bisa menjanjikan lebih.
Maka, 5 pemain yang akan bermain di tengah adalah Toni
Sucipto, Jajang Sukmara, Hariono, Kim Kurniawan dan Robertino Pugliara.
FORWARD
Dalam pola 2 striker, Pelatih bisa memilih 2 pemain dengan
tipe berbeda di depan sesuai dengan kebutuhan. Yang jelas, stamina pasti akan
lebih terjaga, berbeda dengan pola 1 striker ataupun pola 3 striker tanggung
yang kerap dimainkan Persib hari ini. Dengan pola ini, Sergio Van Dijk dan Juan
Belencoso tidak dapat dimainkan bersamaan. Either SVD atau Belencoso yang
menjadi pin point. Pasangannya, ada 4 pemain yang bisa bermain bagus di sana.
Persib punya Atep, Tantan, Zulham dan Syamsul Arief. Melihat stabilitas
permainan, Zulham Zamrun bisa dikepankan. Kenapa tidak Atep? Di beberapa musim
ini, nampaknya Atep tidak terlalu bagus jika harus bermain full 90 menit. Atep
adalah tipe leg breaker. Larinya cepat. Ia cocok dimainkan saat lini pertahanan
lawan sudah kehabisan staminanya. Tantan? Dengan kemampuannya untuk beradaptasi
dan bermain dengan gigih, Tantan pasti akan sangat berguna untuk “dihabiskan”
di satu babak. Atau, jika sayang untuk menghabiskan potensi Tantan di satu
babak, Tantan bisa diberikan posisi wingback.
Melimpahnya pemain berkualitas di lini serang Persib,
memungkinkan pelatih untuk mengoptimalkan daya juang dan stamina mereka karena
rotasi pemain dapat dimainkan sama bagusnya oleh pemain-pemain yang dimiliki
Persib di lini depan ini.
Berbeda dengan pola 4-4-2 atau 4-3-3, dengan pola 3-5-2, lapangan tengah Persib bisa dibuat lebih compact. Jarak antar pemain bisa lebih dekat. Harapannya, Robertino bisa dapat support dari duet Hariono-Kim tanpa takut kehilangan support dari kedua sisi yang diisi wingback. Selain itu lini belakang Persib yang diisi 3 CB sejajar juga bisa lebih berkonsentrasi untuk menahan gempuran-gempuran. Terakhir, tinggal kita berharap pada kehebatan lini serang Persib yang sebenarnya di atas kertas adalah termasuk yang paling mengerikan di Indonesia.
---------------
Yap, begitulah Persib versi Pandit Gadungan. Jangan terlalu
diambil serius toh Turnamen TSC ini juga bukan turnamen serius, kan? Namun, diluar itu semua, Pandit Gadungan menaruh hormat yang sangat besar pada pelatih Djajang Nurjaman. Ia pasti juga sudah punya plan B jika ternyata pola racikannya mengalami kendala. Yaa, dengan catatan topi koboi dan kumis kamu jangan sampai menghalangi pandangan.
Udah ah gitu aja. SEKIAN.
Salam PANDIT GADUNGAN!