Bagian#3
BANDUNG, SUATU HARI DI BULAN MAY 2016.
Itu aku. Masih duduk sendiri di depan kursi favoritmu.
Itu aku. Ditemani secangkir kopi. Tanpa kamu di kursi itu.
“punya Putri Raya, si penunggang Naga”
Tulisan kecil di punggung kursi itu masih terbaca. Tidak
pudar sama sekali. Seperti baru kemarin.
Aaahh,,rindu rasanya. Wajah usilmu saat menuliskan itu masih
jelas terlihat. Tawamu yang cengengesan itu
masih terdengar dekat.
Aku tersenyum kecil mengingat semuanya. Kuteguk kopi. Seiring kopi itu menyentuh lidahku, kepahitan itu pun muncul lagi.
Ya, kepahitan yang menurutmu bisa dinikmati. Kamu selalu berkata itu "selain hidup, kopi adalah kepahitan yang bisa kita nikmati".
Seperti ada yang tertahan di dada ini. Ingin sekali berkata
“Putri penunggang Naga, sudahilah petualanganmu..ayo, jalan bersamaku” Dan sekali lagi, aku pun larut dalam lamunan..
-----------------
BANDUNG, SUATU HARI DI BULAN SEPTEMBER 2002.
-----------------“ah,,begitu. Sip2, thanks ya, Fik infonya.” setelah mengerti situasinya, aku pun pergi meninggalkan Fika.“haha..ada ada saja itu anak, masuk ke sekolah orang cuma buat nyampein salam dari temannya” batinku.
Aku tersenyum geli saat melangkah keluar dari kelasnya Fika.
"Raya..raya..ada-ada saja kamu" gumamku.
Tuhan memang baik, aku diperkenalkan dengan seorang perempuan seru dengan cara yang tidak biasa. Ah, menarik sekali.
-bel sekolah berbunyi-
Aku dengan refleks mempercepat langkah kaki ku untuk kemudian menaiki tangga menuju kelas saat tiba-tiba ada yang memanggil.
"hey,,Ri..Riri!"
Aku melihat sekitar untuk mencari sumber suara tersebut.
Dan ya, aku menemukan sosoknya di taman seberang koridor sana, bagian sekolah yang berbeda dengan sekolahku.
Itu dia, Raya, yang ketika aku melihat ke arahnya dia mencoba menyamar menjadi batang pohon. Usaha penyamaran yang gagal namun berhasil memunculkan senyum di bibirku. "haha"
"hey, neng!" sembari membalas sapaan tersebut aku melangkah mendekat.
Namun..
"stop, Ri! jangan jalan lagi" katanya tiba-tiba. Mukanya tiba-tiba berubah menjadi panik.
"hah? ada apa, Raya?" aku kaget dan seketika itu berhenti juga.
"...." dia seperti memberi kode kepalanya. Menggelengkan kepalanya, seperti ingin menunjukan sesuatu dengan kepalanya.
"apa?" aku mengerenyitkan dahi. Bingung. dan agak mulai panik juga
Aku mulai membuat gesture kebingungan. Menolehkan kepala untuk mempelajari keadaan.
"ini..hmm..ini" Raya mencoba menjawab sambil kebingungan.
"ada apa?" aku bertanya lagi.
"ini lho..ada roti buat kamuu!! hahaha.." serunya dengan semangat. Berubah 180 derajat dari wajah paniknya tadi.
"sini, Ri! enak lho rotinya!" ujarnya sambil melambaikan tangannya ke arahku.
Aku pun tersenyum.
"kena dikerjain deh.." ujarku dalam hati.
Aku melangkah kan kaki ke arah Raya untuk mengambil roti tersebut.
Namun tiba-tiba..
"Eh neng Rayaa! sedang jadi pohon?" Sesosok bapak-bapak yang sepertinya guru, tiba-tiba muncul dari samping Raya.
Iya, seperti guru. Kenapa aku bilang seperti itu, ah, kamu harus lihat sendiri, Bapak itu gayanya keren. Rambutnya di potong "bob" di bawah telinga. Pakai kemeja dikeluarin. Kerenlah! menurutku sih begitu.
"eh,,Bapak..iya, Pak. Lagi nyoba jadi pohon.." jawab Raya usil sambil tertawa kecil.
"hahaha..aya-aya wae neng Raya mah (ada-ada saja neng Raya).." si Bapak kembali menjawab.
Aku bisa mendengar percakapan tersebut, jelas, karena memang koridor ini lebarnya hanya sekitar 7 meter saja.
Raya melirik sedikit ke arahku seolah berkata "eh, nanti lagi aja ke sini nya"
Namun, ternyata si Bapak melihat lirikan Raya, dan beliau pun langsung menolehkan wajahnya ke arahku.
Langkahku terhenti. Aku mencoba membaca situasi terlebih dahulu.
Si Bapak kembali menghadapkan mukanya pada Raya sambil berkata
"Siapa itu teh, neng?"
Raya berkata seraya mendekatkan mulutnya pada kuping si Bapak. Raya membisikan sesuatu.
Si Bapak tersenyum kecil sambil menoleh kepadaku.
"Sini, Dek.." ujar si Bapak kepadaku.
"eh..iya..iyaa" aku menjawab sambil bingung.
Aku lanjutkan langkah kaki untuk mendekat.
Segera setelah aku sampai di tempat mereka berdiri, si Bapak berkata.
"ini, ambil roti dari neng Raya. Sekarang neng Raya mau belajar dulu sama Bapak..jangan ganggu dulu ya!" wajah ramahnya ditutup dengan wajah sok galak, namun berwibawa dan bersahabat.
Mereka kemudian berbalik dan berjalan menuju kelas yang tak jauh dari taman tersebut.
Raya berbalik sebentar ke arahku sambil mengacungkan 2 jempolnya. Oh iya, tidak lupa juga settingan wajah seru dan usilnya.
Aih..lucu sekali dikau, Rayaa..
Belakangan, aku tahu kalau Bapak tersebut adalah Guru Fisika di sekolah nya Raya. Kesan ramah dan ke-bapak-an yang tadi ditunjukan ternyata berbeda dengan cerita yang kudengar. Beliau adalah salah satu guru "killer" di sana. Tapi memang, pada murid-murid favoritnya, beliau akan bersikap sangat ramah dan hangat.
Aku pun lalu putar badan untuk kembali berjalan ke sana. Ke arah tangga untuk kemudian menaikinya dan menuju kelas.
Masih terbayang wajah Raya ketika menjahili ku tadi. Dasar kamu..seperti tahu bagaimana membuatku panik.
Aku tersenyum kecil sambil bergumam
"ah..seru sekali hidup ini.."
----------------------------
12.45 WIB
-Bel Berbunyi-Ini adalah bel penanda berakhirnya kegiatan belajar-mengajar hari ini. Iya, ini bel pulang sekolah. Pasti kamu juga senang kan mendengarnya.
Seperti biasa, aku selalu bertahan di kelas untuk menyelesaikan PR yang diberikan hari ini. Namun, aku tidak sendirian siang itu. Duduk juga Anggi di kelas. Anggi Anggraeni. Temanku dari SMP.
Kebetulan, hari ini ada PR Kimia dan Fisika, dua pelajaran yang menurut Anggi, adalah keahlianku. Padahal, keahlian dari mana, Kimia kan baru dapat beberapa bulan ini, selain itu, aku juga sering tidur dan baca komik di kelas. Tapi, ya sudahlah, setidaknya kalau nanti PR ku dikumpulkan dan banyak salah, aku tidak sendiri. hehe
Tidak butuh waktu terlalu lama untuk menyelesaikan kedua PR tersebut, yang lama, adalah mengajarkan Anggi bagaimana aku bisa mendapatkan angka-angka tersebut.
Tapi, ini bukanlah kali pertama aku belajar bersama Anggi. Dulu, ketika SMP, Anggi juga pernah mengajak beberapa teman untuk belajar bersama. Namun, karena memang aku anak yang egois dan tidak mau mengalah serta tidak sabaran, satu per satu temanku berhenti belajar bersama.
Hanya Anggi yang tahan dengan sikapku.
"gimana, nggi? udah ngerti belum?" aku bertanya pada Anggi.
"hmm, udah-udah.." jawab Anggi sambil masih terlihat serius mengerjakan soal terakhir.
"nanti kalau masih bingung, telpon aku aja ya" aku berujar padanya sambil beres-beres tas.
Anggi melihatku sebentar untuk kemudian berkutat dengan PR-nya lagi,
"eh, kamu mau kemana, ki?" dia bertanya kemudian.
"oh,,nanti mau main bola abis ini. Ada latihan ekskul bola" jawabku sambil memakai jaket dan kemudian duduk kembali di depannya.
"awas, hati-hati, jangan berantem yaa.." katanya memberi tahu.
"haha..ngga lah, baru masuk juga lagian.." jawabku.
"hati-hati, kamu kalau udah di lapangan kan jadi beda. Jadi brutal..hahaha" dia berujar.
Anggi memang cukup tahu bagaimana sifatku.
Anggi adalah teman sekelas di masa 2 tahun terakhir SMP ku, selain itu, entah karena apa, mungkin karena sering baca komik "SHOOT!", Anggi pun bersedia menjadi manajer tim sepakbola kelasku.
Jadi cukuplah itu menjelaskan semua.
"eh, masih banyak ga?" aku bertanya.
"satu soal lagi, sih. Sama mau nge-cek lagi PR Kimia nya.." ia menjawab.
"kenapa? udah mau ke lapangan?" lanjutnya bertanya.
"oh, ngga sih..kalau masih lama, aku mau shalat dulu ya ke atas" aku menjawab.
"oh ya udah..shalat aja dulu" kata Anggi.
"ok. Sebentar ya, Nggi..aku tinggal dulu.." ujarku pada Anggi.
Aku pun beranjak dari kursiku untuk kemudian jalan keluar kelas dan menuju masjid.
-----
13.30 WIB
Itu aku, yang sedang memakai kaos kaki setelah selesai shalat.Aku pun segera turun untuk kembali menuju kelas.
Tepat di depan kelas, aku berhenti sejenak karena mendengar ada suara orang bercakap-cakap dari dalam kelas.
Aku lihat ke dalam lewat jendela jendela kelas.
Ah..ternyata Anggi sedang berbincang dengan temannya.
Tampak belakangnya seperti aku kenal. Rambut panjang itu rasanya tidak asing dimataku.
"Raya?..apa mereka sudah saling kenal?" tanyaku dalam hati.
Aku pun melanjutkan langkah untuk segera masuk kelas dan mendapati kedua perempuan itu masih tetap bercakap-cakap.
Anggi berbincang sambil masih menulis dibukunya.
Aku mendekat perlahan.
Anggi mengangkat kepalanya menyadari aku datang.
Aku beri isyarat kepada Anggi untuk diam tidak menyapaku. Aku ingin mengagetkan Raya. Iya, ingin membalas keusilannya di jam istirahat tadi.
"haha..kena kamu Rayaa.." gumamku dalam hati.
aku pun semakin mendekat, seraya bersiap untuk mengagetkannya.
1...2...3.....
"HUAAA!! AKU NAGAAA!!" aku berteriak seru sambil melompat ke samping meja mereka berdua dan memasang pose ala monster siap menerkam mangsanya.
kedua perempuan tadi, berteriak refleks menandakan keterkejutannya.
"AAAAAAaaaaAAAaaaAAA" mereka berteriak bersamaan.
Anggi yang memang menghadap ke arahku langsung membelalakan matanya.
Raya, langsung membalikan wajahnya sembari memasang muka gusar.
"Hahahahaha..hahahahaha" aku tertawa puas sekali melihat wajah gusar dan kaget Raya.
"kena kamu aku bales.." ujarku dalam hati.
1..2..3..4..5
Tunggu, tunggu,,kenapa hanya aku yang tertawa. Raya kok ga ikutan ketawa?
"Ki! apaan sih kamu! bikin kaget aja tahu!" Anggi berseru kepadaku.
"Iyaa..apaan sih maneh (kamu, dalam bahasa sunda yang tidak halus)?!" ujar Raya gusar.
hah?! maneh!? Raya ga pernah bicara seperti itu sama aku.
Apa dia beneran marah?!
"Rayaa..kamu marah?"
"aku cuma bercanda kok. Maaf kalau kelewatan yaa.." aku berkata seraya mengulurkan tangan untuk meminta maaf.
"Iki apaan sih..!?" Anggi berkata keheranan sambil menatapku.
"loh..iya, mau minta maaf sama Rayaa.." ujarku menatap Anggi.
Anggi menatapku. Kemudian dia menatap Raya.
"apaan sih ki..salah kamu.." Anggi berkata padaku seraya memberikan isyarat gelengan kepala.
Wah..ada yang salah ini sepertinya?
Aku menatap Anggi..lalu menatap Raya..
"Eh, Raya kan!? Raya Nirwani?" aku berkata padanya sambil memberikan isyarat
"aku kenal kamu kan!?" kataku lagi.
Raya bingung. Atau, tepatnya, orang yang aku kira Raya memasang wajah bingung..
"ahahaha..bukan tahu, Ki..ini.." Anggi tertawa dan berkata, tapi kemudian aku potong perkataannya..
"Raya, anak SMA sebelah kan?"
"Bukaaan..kamu salah ikii..ini.." belum selesai Anggi bicara, orang yang kusangka Raya memotong..
"Dinda..aku Dinda.." sambil tersenyum kecil melihat kebodohanku.
"Ah, ga mungkin.." aku masih menolak kesalahanku.
Ini Raya kok..mana mungkin aku salah. Ini wajah perempuan yang sudah 2 hari sering membuatku tersenyum sendiri.
"kok..ga mungkin? kenapa memang?" ujarnya sambil mengulurkan tangan untuk berkenalan.
Iya, sepertinya sih begitu. Mengajaku berkenalan.
"eh..oh..eh.." aku kikuk
"ga mungkin kenapa? iki? eh siapa tadi namanya?" dia bertanya sambil melihat Anggi.
"Iki..namanya sih Rizki.." Anggi menjawab.
Tangannya masih terulur untuk menunggu tanganku menyambutnya dan lalu berkenalan.
"eh iyaa..soalnya kamu mirip banget sama Raya.." aku menjawab.
"Aku Rizki.." aku pun mengulurkan tangan.
"Raya siapa memangnya, ki? Pacar kamu?" tanya nya penuh selidik sebelum menerima jabatan tanganku.
"bukan sih.." jawabku.
Tangan kami mendekat dan itu sudah dekat sekali tangan kami akan berjabat, tapi lalu..
"Eiittss" dia berseloroh jahil sambil menarik tangannya dan menepuk kepalanya sendiri.
"Ah,,,aku kira kita sudah pacaran.." ujarnya lagi.
HAH!?
TUNGGU..
GIMANA-GIMANA..??
tenang, kekagetan itu hanya ada di pikiranku. Aselinya sih aku cuma bisa "eh..."
Iya. cuma "eh.." dan muka bingung.
Mungkin campur tampang bodoh jugaa..
"HAHAHAHAHAHA"
tawa Anggi dan Dinda pun lepas..
Wajah mereka puas sekali nampaknya.
Aku? Ya aku masih bingung..
"jadi gimana?" aku bertanya kebingungan.
"Riri..riri..kamu tuh polos banget sih orangnya.." katanya
"iya, aku Raya..Raya yang tadi siang kasih roti ke kamuu.."
Ah...kena aku dikerjainya lagi..
"hahaha..hahaha" aku ketawa garing.
2 kali hari ini sudah dikerjai oleh Raya.
"Nggi..kok gitu sih..??" aku bertanya dengan muka bodoh ke Anggi,
"hahahaha..iki..iki..seru sih liat kamu kaget dan bingung kayak tadi.." Anggi menjawab
"tadi sebenernya aku udah agak sangsi juga kalau rencana ini bisa berhasil.." kata Anggi sambil menatap Raya.
"ahaha..tenang, rencana Raya itu udah mateng, Nggi..ga ada yang luput dari skenario kan?" ujar Raya pada Anggi, sambil meliriku dengan wajah kemenangan.
"duh..ampun deh..temen-temen pada jail gini sih.." aku berkata sambil melihat mereka tos.
"Jadi..Raya ini temen SD ku dulu, Ki..dan kebetulan juga memang kita ini tetanggaan.." Anggi menjelaskan semuanya panjang lebar.
Aku sih ga peduli. Suara Anggi hanya menjadi backsound kejadian saat itu saja.
Aku cuma merhatiin wajah manis nya Raya yang sedang tersenyum senang merayakan kemenangannya. Semuanya seperti menjadi pelan.
Dan fokus pun hanya kepada Raya.
---------------------------
Kebetulan yang luar biasa kan? kamu juga pasti mengakuinya kan? Ayolah, akui saja..kamu juga kalau ada di posisiku pasti akan kebingungan..
Ah,,tapi sayang kamu ga di sana. Kalau iya, kamu pasti aku setuju dengan perkataanku ini.
"Rayaa..rayaa..kamu kok gemesin siih.."
Ya..dialah Raya, yang entah semenjak kapan selalu aku sertakan namanya di setiap doaku. Memohon pada Tuhan untuk menjadikannya istriku.
No comments:
Post a Comment