Tuesday, 24 May 2016

Kenapa Sih Kalau Senang Kita Tepuk Tangan?



Kalau kau senang hati, tepuk tangan..
kalau kau senang hati, tepuk tangan..
kalau kau senang hati dan memangnya begitu, kalau kau senang hati tepuk tangan..

disclaimer: lirik lagu ini mungkin berbeda, tergantung bagaimana guru TK kamu mengajarkannya dulu.

Ini, persoalan tepuk tangan, pernah saya tanyakan dahulu kala ketika saya masih di TK. Kala itu, saat semua anak menyanyikan lagi ini, saya hanya diam. Bengong. Bingung. Kenapa sih harus tepuk tangan. 

Maka ketika guru saya bertanya

“kenapa tidak ikut bernyanyi?” 

Saya jawab “kenapa harus tepuk tangan, bu?”

Bu Guru pun mengerenyitkan dahinya. Sederet kelakuan aneh yang pernah saya lakukan sebelumnya pun membayangi beliau. Akhirnya, daripada jadi panjang, Bu Guru hanya bilang, 

“ya sudah, kalau tidak mau bernyanyi. jangan ganggu sebelahnya ya.”

Dan..bertahun kemudian, pertanyaan ini pun masih ada di sini. Di pikiran saya.

Jadi, apa kamu tahu kenapa kalau senang kita tepuk tangan?

Kalau belum tahu, izinkan saya memberi kamu tahu. Tanpa tempe dan ayam tentunya.

 Tepuk Tangan



 Mungkin tidak ada yang tahu persis asal mula kenapa kita bertepuk tangan. Atau kapan pertama kali manusia bertepuk tangan. Sepertinya, tepuk tangan itu adalah gerakan reflex manusia semenjak kecil. Tepuk tangan adalah hal yang alami. Caroline Arnold, dalam bukunya yang berjudul Monkey, menyebutkan bahwa monyet, primate, kerap kali bertepuk tangan. Monyet bertepuk tangan mana kala mereka mendapat makanan. Tepuk tangan tersebut adalah tanda untuk mendapatkan perhatian dari kawanannya. 

Lalu bagaimana dengan manusia? Ya, inilah yang namanya the power of turun-temurun. Pasti kamu juga mengalami hal ini. Sejak kecil, iya sejak kamu masih bayi, kalau kamu melakukan sesuatu yang hebat pasti gesture tepuk tanganlah yang ditunjukan oleh orang tua mu. Kenapa? Karena untuk kamu bayi yang belum mengerti, tepuk tangan adalah rangsangan yang tepat. Rangsangan visual dan audio. Mudah untuk dicerna. Dan ini terbawa terus. Kalau ada sesuatu yang hebat, maka kamu reflex akan tepuk tangan.

Kenapa Harus Tepuk Tangan, Kenapa Tidak Tepuk Kaki atau Yang Lainnya?


Nah, mungkin untuk kamu yang sama seperti saya, tidak begitu saja menerima penjelasan untuk orang normal, akan bertanya demikian. Kenapa bukan tepuk kaki? Kenapa bukan injak bumi, sebagaimana ada juga lagu anak-anaknya? 

Baiklah, mari terima cucoklogi dari saya sebagai berikut:

1.    Tangan, instrument alami yang mudah digunakan dan bisa dibawa kemana-mana


Ya, dia menempel di badan kita dan sangat mudah menggunakannya. Cukup dipertemukan saja antara tangan yang kanan dan yang kiri, lalu hantamkanlah satu dengan yang lainnya. Keluar deh suaranya. Nyaring. 

2.    Luas penampang yang lebih besar dibandingkan telapak kaki.


Dengan luas penampang yang lebih besar dibandingkan telapak kaki atau bagian manapun yang berpasangan di tubuh kita, membuat tangan memiliki kemungkinan bertemu satu dengan yang lainnya lebih besar. Benar, konsep tepukan itu kan mempertemukan antara satu dan yang lainnya. Coba deh bayangin kalau kalian tos kaki, kan susah itu ketemu satu dan yang lainnya. -_-

3.    Tebal tangan yang lebih kecil dibandingkan dengan telapak kaki.


Yap, seperti pembahasan saya sebelumnya, tebal/tipis suatu permukaan itu akan berpengaruh pada nyaring atau tidaknya suara yang dihasilkan ketika permukaan benda tersebut dihantam benda solid lainnya. Maka dari itu, tidak herankan suara yang dihasilkan tepukan tangan lebih nyaring dibanding suara tepukan kaki. Coba deh cek, apa itu tebal telapak tangan kamu bisa lebih besar dibanding tebal telapak kaki?


Mungkin itu saja yang bisa saya bagikan. Kalau kamu merasa ada yang lebih masuk akal dibanding penjelasan saya, silahkan tinggalkan komentar di bawah. Saya dengan senang hati akan bersedia berdiskusi. :) 

Udah ah, gitu aja. SEKIAN.

Friday, 20 May 2016

Kenapa Kartu Keluarga Berbentuk Surat dan SIM Berbentuk Kartu?



Ini adalah pertanyaan, yang konon katanya, adalah misteri terbesar di Indonesia. Mengapa Kartu Keluarga (KK) berbentuk surat dan Surat Izin Mengemudi (SIM) berbentuk kartu?

Baiklah, mungkin pertanyaan ini pun ada di benak sebagian kamu yang sedang membaca ini, maka izinkanlah saya, dengan nalar saya yang terbatas, menjelaskannya untuk kamu. Sudah siap terima kenyataannya? 

Monggo, silahkan disimak ya.

Kartu Keluarga (KK)

Kartu Keluarga (KK) adalah sebuah identitas yang memuat data-data tentang susunan, hubungan dan jumlah anggota dalam suatu keluarga. KK ini wajib dimiliki oleh setiap keluarga. Untuk menunjang fungsi pengawasan, maka Salinan KK ini dipegang oleh 3 pihak, yaitu Kepala Keluarga, ketua RT dan Kantor Kelurahan. Kenapa harus dimiliki oleh 3 pihak tersebut, hal ini untuk menjamin terjaganya kesesuaian informasi. Ya, paling tidak, kalau mau bikin identitas palsu, ngurusnya jadi lebih panjang lah. 

(contoh Kartu Keluarga)


KK yang kita kenal saat ini, merupakan produk dari rezim orde baru. Konon, hal ini dibuat agar negara saat itu mudah memantau dan memastikan pihak-pihak mana saja yang berafiliasi dengan PKI. Seperti yang kita ketahui bersama, isu PKI saat itu sedang sangat hangat. Tapi, biarlah itu, saya tidak tertarik membahas sejarah kelam negara ini. Sebagai informasi, pada saat itu sudah ada yang namanya Kartu Tanda Penduduk (KTP). Namun, maraknya pemalsuan KTP saat itu, membuat negara merasa perlu membuat suatu catatan lagi sebagai syarat pembuatanya KTP tadi. Maka, dibuatlah KK ini.

Surat Izin Mengemudi (SIM)

Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. 

(contoh SIM)


Dari definisi tersebut, maka seseorang yang memiliki SIM berarti, seharusnya, sudah terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Tapi, mengapa masih banyak pengemudi “lucu” di jalanan sana? Nah itu dia, karena definisi terampil di sini tidak terukur. Bahkan, jika kamu pernah mengurusi pembuatan SIM sendiri. Eh, ga mungkin ya? Pasti kalau bikin SIM mah rame-rame ya?. Maksudnya, diurus langsung sama kamu ke kantor SAMSAT nya gitu, maka kamu akan sadar bahwa sebagian besar tes nya adalah mengajarkan bagaimana kamu menjalankan kendaraan. Jadi tidak heran kalau banyak pengemudi “lucu” di jalanan sana. Karena kamu tidak diajarkan adab-adab mengemudi yang baik. Betul?

Lalu, Kenapa KK Berbentuk Surat dan SIM Berbentuk Kartu?

Ayolah, tolong dijelaskan saja kenapa KK berbentuk surat dan SIM berbentuk Kartu?

Ya. Itu gumaman dari benak kalian saat ini. J

Ini menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

kartu/kar·tu/ n kertas tebal, berbentuk persegi panjang (untuk berbagai keperluan, hampir sama dengan karcis);

surat1/su·rat/ n 1 kertas dan sebagainya yang bertulis (berbagai-bagai isi, maksudnya): menerima -- dari ayahnya; 2 secarik kertas dan sebagainya sebagai tanda atau keterangan; kartu:

Nah, dapat poinnya? Karena benar salah itu ditentukan oleh definisi awal yang ditetapkan, maka pemerintah, dalam hal ini, tidak salah/tertukar dalam menggunakan kata “kartu” dan “surat”

Bagaimana? Sudah puas? 

Oh, belum? Baiklah, kalau kamu memang belum puas, izinkan saya, sekali lagi, untuk menelaahnya. Siapkan diri kamu dan terimalah dengan lapang dada.

KK kenapa Surat?

Nah, ini karena sebelumnya sudah ada bukti pencatatan identitas warga negara berupa KTP tadi. Jadi, untuk memudahkan sosialisasinya, pemerintah kita saat itu menamai dokumen ini dengan nama “Kartu”. Tujuannya jelas, agar tidak ada kebingungan pada masyarkat ketika diminta mengurus dokumen administrasi ini. Sehingga, petugas pencatatan sipil saat itu cukup bilang 

“Begini, Toean. Ini sama sadja dengan kartoe tanda pendoedoek jang Toean sudah poenja, namoen di kartoe ini, semoea keloearga Toean poen tertjatat”

SIM kenapa Kartu?

Nah, ada 2, pertama, ini untuk memudahkan kamu untuk membawa bukti registrasi dan keterampilan mengemudi kamu. Kalau bentuknya surat, kan nanti susah. Masak mau digulung, terus dimasukan di kantong. Nanti dikira anak STM loh. Padahal kan ga semuanya kamu ini anak STM. 

Kedua, ya sama dengan alasan penamaan KK saja, untuk memudahkan. Kalau KK untuk memudahkan kamu sebagai warga, kalau SIM ini untuk memudahkan Polisi. Sehingga apabila ada pemeriksaan di jalan, polisi cukup bertanya  

“Selamat siang, Pak. Bisa lihat surat-suratnya?”

kan kasian kalau polisinya bertanya “Selamat siang, Pak. Bisa lihat surat dan kartunya?”

Bagaimana?

Udah ya. Gitu aja. SEKIAN

Thursday, 19 May 2016

Kenapa sih Lampu Lalu Lintas Warnanya Merah, Kuning dan Hijau?



“Ma, kenapa sih lampu merah warnanya merah?” Gavin bertanya kepada saya suatu kali.
“Hm, gimana Nak? Lampu merah ya warnanya merah” saya menjawab walau masih bingung mencerna pertanyaannya.
“Tapi, lampu merah ada yang warna hijau dan kuning..” tanya nya lagi sembari menunjuk lampu lalu lintas beberapa puluh meter di depan kami.
“oh, maksud Gavin kenapa lampu lalu lintas warnanya merah, kuning dan hijau ya?” saya balik bertanya untuk memastikan.
“iya, Ma.” Jawabnya mengonfirmasi.
Lalu, saya mulailah menjelaskan. Dengan gaya saya agar dia mengerti dan biar seru aja.


Ya, untuk kamu yang sudah punya anak pasti sudah terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan “simple”, seperti contoh di atas, yang dilontarkan anak dengan rasa ingin tahu yang besar. Besar sekali. Bila sudah begitu, jangan sekali-kali kamu menjawabnya dengan “tidak tahu”. Percayalah, jawaban “tidak tahu” akan memberikan bekas pada pikiran anak kamu bahwa kamu bukanlah sumber pengetahuannya. Bila memang belum tahu, ajaklah anak kamu untuk mencari tahu bersama-sama.

Seru kan?


Ok. Ini bukan sesi parenting, oleh karena itu, mari sudahi.


Back to our topic, Kenapa sih lampu lalu lintas warnanya merah, kuning dan hijau? Kalau kamu belum tahu, izinkan saya menjawabnya untuk kamu.

Silahkan.

Sejarah Lampu Lalu Lintas


Tahu gak kamu kalau cikal bakal lampu lalu lintas ini didesain oleh seorang railroad engineer J.P. Knight di tahun 1868?

Nggak tahu? Ya, sekarang sudah tahu kan.

Awalnya, sebagaimana sudah diterapkan pada lalu lintas kereta api, lampu lalu lintas pada saat itu hanya menggunakan 2 warna yang diproduksi oleh lampu semaphore. Warna lampunya saat itu adalah merah dan hijau. Merah untuk “berhenti” dan Hijau untuk “hati-hati”. Kala itu, tanda untuk maju adalah clear sinyal (tidak ada warna -red). Dan lalu desain tersebut pun berevolusi hingga menjadi lampu lalu lintas sebagaimana kita lihat hari ini.

perkembangan desain lampu lalu lintas (diambil dari http://chuknum.com)


Tidak, saya tidak akan membahas sejarahnya, tentu kalian akan dengan lebih mudah membacanya dari literature lain. Saya, mencoba konsisten dengan judul di atas saja, saya akan membahas kenapa warna nya adalah merah, kuning dan hijau.

Lalu, Kenapa Warnanya Merah, Kuning dan Hijau?



Ok. Izinkan saya merangkai kalimat yang mudah dimengerti dan dapat diterima khalayak.
Setidaknya, ada 2 sudut pandang atau dasar yang akan saya gunakan untuk membahas ini. Pertama, atas dasar kebiasaan atau norma (baca: cucoklogi -red). Kedua, atas dasar sains dan ilmu pengetahuan (baca: cucoklogilagi -red).

Cerita Warna dari Kacamata Norma dan Kebiasaan

Merah



Dari desain awal lampu lalu lintas, warna merah sudah digunakan untuk memberikan tanda untuk berhenti. Lalu kenapa merah dipilih untuk memberikan tanda berhenti?

Merah, yang juga merupakan warna darah, semenjak dahulu kala (tidak ada yang tahu exact kapannya -red) sudah menjadi penanda bahaya. Mengapa? Karena sesuatu yang berbahaya pasti akan menyebabkan luka. Begini cucoklogi nya:

Luka, biasanya keluar darah.

Darah warnanya merah.

Karena Bahaya = Luka = Darah = Merah.

Maka, Bahaya = Merah.

Maka itu, pada lalu lintas pun dipilih warna merah seakan ingin memberi tahu "kalau tanda merah tersebut dilanggar, maka akan menimbulkan bahaya"

Kuning



Warna ini baru dipakai sebagai penanda pada lampu lalu lintas di tahun 1920. Penggunaan warna selain merah dan hijau, diawali dengan masalah lalu lintas yang terjadi pada persimpangan jalan karena ketiadaan jeda ketika terjadi perpindahan tanda dari Merah ke Hijau. Oleh karena itu, William L. Potts, mengusulkan penggunaan 3 warna. Warna kuning pun dipilih. Mengapa warna kuning dipilih untuk memberi tanda “waspada” atau “hati-hati”?


Nah, sebenarnya tidak ada literature khusus atau referensi khusus yang menjelaskan ini. Namun, yang paling masuk akal adalah, karena sumber alami warna kuning itu berasal dari toxic metal dan urin, sesuatu yang dihindari.


Berikut cucokloginya:


Toxic Metal / Urin = Dihindari / Diwaspadai

Toxic Metal / Urin = Warna kuning

Warna kuning = Dihindari / Diwaspadai.


Maka ketika kita melihat warna kuning dari lampu lalu lintas pada persimpangan jalan, kita harus berhenti sejenak untuk waspada.

Hijau



Karena spectrum warna hijau ini jelas dan cepat ditanggapi oleh sensor mata maka pada desain awalnya warna hijau ini digunakan untuk menandakan”hati-hati” atau “waspada”, namun setelah system 3 warna ini diperkenalkan, warna hijau dipilih untuk memberi tanda “jalan”.

Dikaitkan dengan persepsi dan budaya kebanyakan masyarakat di dunia, yang menganggap kalau warna hijau diidentikan dengan kehidupan karena merupakan warna alam dan ekologi. Kira-kira cucokloginya seperti ini:


Ekologi / Alam = Warna Hijau

Ekologi / Alam = Sumber Kehidupan

Hijau = Sumber Kehidupan
 
Maka, jika melihat warna hijau dari lampu lalu lintas pada persimpangan jalan. Tandanya jalur kita sudah "hidup", bisa bergerak kembali. 

Rantai cucoklogi di atas mungkin bisa memberikan jawaban mengapa ada beberapa orang yang jika bertemu lampu lalu lintas di persimpangan jalan, bertindak seperti ini:

Lampu Merah
-Motor datang
-Motor berhenti
-Mesin motor dimatikan

Lampu Kuning
-Mesin siap-siap dihidupkan

Lampu Hijau
-Mesin hidup dan langsung tancap gas jalan.

Gimana? Mantap kan cucokloginya? :)

Latar Belakang Sains Dibalik Pemilihan Warna Lampu Lalu Lintas.


Setelah menelaah pemilihan warna lampu lalu lintas dari kacamata norma dan kebiasaan. Berikut ini saya akan menelaah alasan pemilihan warna-warna ini dari sudut pandang sains.

Seperti yang sudah kamu ketahui juga, cahaya merupakan suatu radiasi electromagnet, namun hanya sebagian kecil dari radiasi electromagnet ini yang dapat ditangkap oleh sensor mata kita. Yup, betul. Itulah yang kita kenal dengan istilah visible light (cahaya tampak). Cahaya tampak memiliki rentang panjang gelombang antara 400 – 700 nanometers.

panjang gelombang radiasi electromagnet

Lalu, kenapa merah, kuning dan hijau?

Pertanyaan bagus. Dari kelompok cahaya tampak tersebut, kenapa 3 warna itu yang dipilih? Mari kita telaah bersama.

Merah



Dalam kelompok cahaya tampak, merah memiliki ukuran gelombang terpanjang. Berkebalikan dengan panjang gelombang, energy dari merah adalah yang terendah. Oleh karena hal tersebut, merah sangat mudah ditangkap oleh sensor mata kita karena energy yang rendah. Mata kita pun tidak akan silau sebagaimana terjadi apabila kita terekspos cahaya kuning.

Kuning



Melanjutkan pembahasan di atas, menurut buku “In the Eye's Mind: Vision and the Helmholtz-Hering Controversy” yang ditulis oleh R.S. Turner, warna kuning merupakan warna yang paling “berkilau” dalam spectrum warna. Oleh karena itu, warna kuning akan sangat cepat sekali tertangkap oleh sensor mata kita.

Hijau



Sejalan dengan warna kuning, warna hijau pun seperti itu. Hijau memiliki sensitivitas relative tertinggi dari spectrum warna. Oleh karena itu, hijau dan kuning sangat cepat tertangkap oleh sensor mata.


Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka tidak heran jika ketiga warna tersebut dipilih untuk menjadi tanda atau sinyal pada lampu lalu lintas. Karena ketiga warna tersebut adalah warna yang mudah tertangkap dan kontras dengan kondisi malam hari, hal yang sangat dibutuhkan untuk pemilihan tanda atau sinyal. Silahkan cek kembali, gambar spectrum warna di atas. Terlihat kan urutannya, Merah, Kuning, Hijau. Warna ke-violet-violetan, yang memiliki energy tertinggi, tidak menjadi pilihan karena dikhawatirkan dapat menggangu visibilitas pengguna jalan.


Nah, bagaimana? Setelah membaca fakta dan hasil telaah di atas, kamu semua sudah punya kan jawabannya kalau sewaktu-waktu ada yang menanyakan masalah ini?

Udahan ya. Gitu aja. SEKIAN