Winston Reid is the Man! And West Ham leads for the second time tonight..
Teriakan komentator di menit ke-81 menjadi penanda gol
kelima sekaligus menjadi gol terakhir pada laga yang berlangsung di Boleyn
Ground malam tadi. Winston Reid, yang 9 menit sebelumnya seperti pesakitan
ketika harus kalah beradu sprint dengan Anthony Martial dan berujung pada
terciptanya gol kedua Manchester United, berbalik menjadi pahlawan bagi West
Ham dengan mencetak gol kemenangan tersebut. Inilah wajah klasik Manchester
United musim ini, lemah di penjagaan bola mati. Betapa banyak gol penting
bersarang di jala mereka musim ini yang tercipta dari skenario bola mati.
Hingga pekan ke 37, Manchester United yang masih memiliki 2
partai tersisa sebenarnya berada di atas angin. Bila banyaknya doa buruk dari
fans Manchester United agar Arsenal kalah di partai terakhir EPL musim ini dikabulkan
semesta, bukan tidak mungkin Manchester United dapat mengakhiri musim ini di
peringkat ke-3 dan bermain di UEFA Champions League (UCL) musim depan.
Pertandingan malam tadi merupakan penentu. Penentu apakah mereka bisa bermain
di UCL musim depan dan juga penentu nasib Louis Van Gaal (LVG) di kursi manager
Manchester United. Karena menurut gossip yang beredar, Ed Woodward, selaku Executive
Vice-Chairman Manchester United, tidak akan memecat LVG jika sang pelatih
sukses membawa Manchester United berlaga di UCL musim depan. Namun, nampaknya
doa buruk kepada Arsenal kalah banyak dibanding doa-doa dari fans Manchester
United yang merasa teraniaya oleh gaya bermain dan strategi yang dibawa oleh LVG
sehingga mereka ingin sang pelatih dipecat.
#LVGOUT
Maka dapat dipastikan setelah kekalahan yang diderita
Manchester United tadi malam, tagar #lvgout pun kembali berserakan di social
media. Ketidak sigapan LVG dalam membaca permainan dan merubah strategi
dipercaya oleh sebagian besar fans Manchester United sebagai sumber kegagalan
Manchester United. LVG terlalu percaya dengan formula yang dia punya ketika
berhasil membawa pasukan anak muda bernama Ajax Amsterdam menjuarai liga
Belanda dan Piala Champions dengan tanpa kekalahan satu pun di kompetisi
tersebut pada tahun 1995. Mungkin dia lupa beberapa hal. Dia lupa bahwa fisik
pemain Manchester United saat ini bukanlah fisik prima anak muda sebagaimana
Ajax dulu. Dia juga lupa kalau Manchester United berlaga di EPL yang notabene
adalah liga terkompetitif selama 5 tahun terakhir. Kecendrungannya untuk
memasang Daley Blind sebagai CB beberapa kali tidak berujung manis.
Pertandingan malam tadi adalah salah satu contohnya. Melawan West Ham yang
memasang Andy Carroll sebagai tower di depan dan memiliki beberapa pemain
dengan postur tinggi, memasang Daley Blind adalah bom waktu. Memang, ketika
partai replay di FA Cup melawan West Ham, Blind pun dipasang sebagai CB. Namun
kala itu, United memainkan Fosu-Mensah dan Fellaini. Dari 2 nama itu, bisalah
Manchester United sedikit berharap ketika menghadapi skenario bola mati. Maka
saksikanlah ketika tadi malam Blind ikut andil dalam terciptanya 3 gol West Ham.
West Ham 1 – 0 Manchester United | Diafra Sakho (assist: Lanzini)
10’
Blind bukanlah seorang CB murni, dia adalah holding
midfielder penjaga area tengah sejatinya. Maka lihatlah bagaimana pergerakannya
ketika gol pertama West Ham yang dicetak oleh Diafra Sakho di menit 10 terjadi.
Alih-alih memberikan penjagaan kepada lawan, Blind malah bergerak mendekati
area kosong di belakang Chris Smalling. Maka ketika umpan tarik dilepaskan oleh
Lanzini ke tengah kotak penalti, dua CB Manchester United sudah tidak ada di
tempatnya, hal ini membuat Sakho yang tidak terjaga dengan baik dapat bebas
menendang dan menempatkan bola ke sudut kanan bawah gawang David De Gea.
West Ham 2 – 2 Manchester United | Michail Antonio (assist:
Payet) 76’
Lumrahnya, penjaga garis pertahanan terakhir untuk offside
trap mengambil posisi terluar ketika skenario bola mati terjadi. Namun ketika Michail
Antonio lolos dari perangkap offside dan mencetak gol untuk West Ham di menit
ke 76, saya jadi bingung, pada siapakah komando offside trap dipercayakan? Apakah
pada Antonio Valencia yang berdiri sebagai pemain terluar dari Manchester
United? Atau pada Daley Blind yang terlihat paling belakang dari garis
pertahanan Manchester United? Kalau mengikuti lumrahnya, harusnya komando itu
ada pada Valencia, namun kecanggungan seorang holding midfielder yang
diposisikan pada jantung pertahanan Manchester United membuat Blind seolah
telat bereaksi untuk menarik perangkap offside tersebut. Memang tidak adil jika
menyalahkan Blind seorang, Smalling yang entah untuk keberapa kalinya di musim
ini membiarkan dirinya tidak menjaga seorang lawan pun ketika set piece pun
patut dikenai Hairdryer Treatment nya Sir Alex Ferguson.
West Ham 3 – 2 Manchester United | Winston Reid (assist:
Payet) 81’
Dan inilah gol petaka bagi Manchester United. Hampir mirip
dengan gol kedua, posisi freekick yang ideal bagi Payet untuk mengirimkan bola
ke sentral pertahanan Manchester United kembali terulang di gol ketiga ini.
Tidak ingin kejadian di gol kedua terulang, maka nampaknya pada set piece kali
ini pemain Manchester United mencoba untuk memegang satu-satu pemain West Ham
yang masuk ke dalam kotak penalty mereka. Abaikan saja Chris Smalling yang out
of position dalam menjaga Andy Carroll karena “gagapnya” Blind dalam mengawal Winston
Reid yang berhasil menyundul masuk bola ke gawang David De Gea pada menit 82
untuk menyudahi asa Manchester United finish di posisi ke 3 musim ini terlalu
sayang untuk dilewatkan. Lihat bagaimana Blind mengambil posisi marking nya.
Ketika semua defender Manchester United mengambil posisi di belakang lawan yang
mereka jaga, Blind memilih posisi sebaliknya. Ia berdiri di depan Reid. Ya, ini
memang posisi lumrah yang diambil oleh seorang holding midfielder, mereka
cendrung akan menunggu di depan lawan alih-alih melakukan maneuver penyerobotan
dari belakang ke depan seperti wajarnya dipertontonkan oleh seorang defender.
Apa yang salah?
Ya. Apa yang salah? Sesungguhnya memang sangat tidak adil
menyalahkan seorang Daley Blind karena posisi murninya adalah midfielder.
Namun, dengan pengalaman dan kematangan bermainnya, seharusnya Blind bisa
membimbing, jika tidak ingin menggunakan kata memimpin, seorang Chris Smalling
yang memang semenjak ditinggal Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic seolah
kehilangan taringnya di lini belakang Manchester United. Setidaknya mungkin itu
adalah harapan nya LVG. Tidak ada yang salah memang dengan melakukan
tranformasi posisi kepada seorang pemain. Namun tentu saja proses transformasi
ini butuh waktu. Maka sudah tentu kemudian keputusan LVG ini menjadi salah
karena fans Manchester United di zaman ini tidak terbiasa dalam posisi medioker
terlalu lama. Mereka sudah muak dilecehkan ketika David Moyes yang agung
mengambil alih kursi manager Manchester United dan kemudian gagal. Mereka pun
sudah memberikan satu musim “coba-coba” untuk LVG. Maka, di musim kedua nya
ini, kegagalan LVG pun sudah barang tentu adalah salah.
Menurut saya, LVG memang salah, namun fans Manchester United
yang bak glory hunter dan menuntut banyak hal pun bisa jadi salah. Pemain pun
salah. Semuanya salah. Mengapa salah? Ya, karena kita bukan Cinta yang selalu
benar. Itu kuncinya. K-i-t-a b-u-k-a-n c-i-n-t-a !
Sudah, itu saja. SEKIAN.
No comments:
Post a Comment