Tuesday, 10 May 2016

United, Oh United..



Winston Reid is the Man! And West Ham leads for the second time tonight..

Teriakan komentator di menit ke-81 menjadi penanda gol kelima sekaligus menjadi gol terakhir pada laga yang berlangsung di Boleyn Ground malam tadi. Winston Reid, yang 9 menit sebelumnya seperti pesakitan ketika harus kalah beradu sprint dengan Anthony Martial dan berujung pada terciptanya gol kedua Manchester United, berbalik menjadi pahlawan bagi West Ham dengan mencetak gol kemenangan tersebut. Inilah wajah klasik Manchester United musim ini, lemah di penjagaan bola mati. Betapa banyak gol penting bersarang di jala mereka musim ini yang tercipta dari skenario bola mati. 

Hingga pekan ke 37, Manchester United yang masih memiliki 2 partai tersisa sebenarnya berada di atas angin. Bila banyaknya doa buruk dari fans Manchester United agar Arsenal kalah di partai terakhir EPL musim ini dikabulkan semesta, bukan tidak mungkin Manchester United dapat mengakhiri musim ini di peringkat ke-3 dan bermain di UEFA Champions League (UCL) musim depan. Pertandingan malam tadi merupakan penentu. Penentu apakah mereka bisa bermain di UCL musim depan dan juga penentu nasib Louis Van Gaal (LVG) di kursi manager Manchester United. Karena menurut gossip yang beredar, Ed Woodward, selaku Executive Vice-Chairman Manchester United, tidak akan memecat LVG jika sang pelatih sukses membawa Manchester United berlaga di UCL musim depan. Namun, nampaknya doa buruk kepada Arsenal kalah banyak dibanding doa-doa dari fans Manchester United yang merasa teraniaya oleh gaya bermain dan strategi yang dibawa oleh LVG sehingga mereka ingin sang pelatih dipecat.

#LVGOUT


Maka dapat dipastikan setelah kekalahan yang diderita Manchester United tadi malam, tagar #lvgout pun kembali berserakan di social media. Ketidak sigapan LVG dalam membaca permainan dan merubah strategi dipercaya oleh sebagian besar fans Manchester United sebagai sumber kegagalan Manchester United. LVG terlalu percaya dengan formula yang dia punya ketika berhasil membawa pasukan anak muda bernama Ajax Amsterdam menjuarai liga Belanda dan Piala Champions dengan tanpa kekalahan satu pun di kompetisi tersebut pada tahun 1995. Mungkin dia lupa beberapa hal. Dia lupa bahwa fisik pemain Manchester United saat ini bukanlah fisik prima anak muda sebagaimana Ajax dulu. Dia juga lupa kalau Manchester United berlaga di EPL yang notabene adalah liga terkompetitif selama 5 tahun terakhir. Kecendrungannya untuk memasang Daley Blind sebagai CB beberapa kali tidak berujung manis. Pertandingan malam tadi adalah salah satu contohnya. Melawan West Ham yang memasang Andy Carroll sebagai tower di depan dan memiliki beberapa pemain dengan postur tinggi, memasang Daley Blind adalah bom waktu. Memang, ketika partai replay di FA Cup melawan West Ham, Blind pun dipasang sebagai CB. Namun kala itu, United memainkan Fosu-Mensah dan Fellaini. Dari 2 nama itu, bisalah Manchester United sedikit berharap ketika menghadapi skenario bola mati. Maka saksikanlah ketika tadi malam Blind ikut andil dalam terciptanya 3 gol West Ham.


West Ham 1 – 0 Manchester United | Diafra Sakho (assist: Lanzini) 10’

Blind bukanlah seorang CB murni, dia adalah holding midfielder penjaga area tengah sejatinya. Maka lihatlah bagaimana pergerakannya ketika gol pertama West Ham yang dicetak oleh Diafra Sakho di menit 10 terjadi. Alih-alih memberikan penjagaan kepada lawan, Blind malah bergerak mendekati area kosong di belakang Chris Smalling. Maka ketika umpan tarik dilepaskan oleh Lanzini ke tengah kotak penalti, dua CB Manchester United sudah tidak ada di tempatnya, hal ini membuat Sakho yang tidak terjaga dengan baik dapat bebas menendang dan menempatkan bola ke sudut kanan bawah gawang David De Gea.


West Ham 2 – 2 Manchester United | Michail Antonio (assist: Payet) 76’

Lumrahnya, penjaga garis pertahanan terakhir untuk offside trap mengambil posisi terluar ketika skenario bola mati terjadi. Namun ketika Michail Antonio lolos dari perangkap offside dan mencetak gol untuk West Ham di menit ke 76, saya jadi bingung, pada siapakah komando offside trap dipercayakan? Apakah pada Antonio Valencia yang berdiri sebagai pemain terluar dari Manchester United? Atau pada Daley Blind yang terlihat paling belakang dari garis pertahanan Manchester United? Kalau mengikuti lumrahnya, harusnya komando itu ada pada Valencia, namun kecanggungan seorang holding midfielder yang diposisikan pada jantung pertahanan Manchester United membuat Blind seolah telat bereaksi untuk menarik perangkap offside tersebut. Memang tidak adil jika menyalahkan Blind seorang, Smalling yang entah untuk keberapa kalinya di musim ini membiarkan dirinya tidak menjaga seorang lawan pun ketika set piece pun patut dikenai Hairdryer Treatment nya Sir Alex Ferguson. 


West Ham 3 – 2 Manchester United | Winston Reid (assist: Payet) 81’

Dan inilah gol petaka bagi Manchester United. Hampir mirip dengan gol kedua, posisi freekick yang ideal bagi Payet untuk mengirimkan bola ke sentral pertahanan Manchester United kembali terulang di gol ketiga ini. Tidak ingin kejadian di gol kedua terulang, maka nampaknya pada set piece kali ini pemain Manchester United mencoba untuk memegang satu-satu pemain West Ham yang masuk ke dalam kotak penalty mereka. Abaikan saja Chris Smalling yang out of position dalam menjaga Andy Carroll karena “gagapnya” Blind dalam mengawal Winston Reid yang berhasil menyundul masuk bola ke gawang David De Gea pada menit 82 untuk menyudahi asa Manchester United finish di posisi ke 3 musim ini terlalu sayang untuk dilewatkan. Lihat bagaimana Blind mengambil posisi marking nya. Ketika semua defender Manchester United mengambil posisi di belakang lawan yang mereka jaga, Blind memilih posisi sebaliknya. Ia berdiri di depan Reid. Ya, ini memang posisi lumrah yang diambil oleh seorang holding midfielder, mereka cendrung akan menunggu di depan lawan alih-alih melakukan maneuver penyerobotan dari belakang ke depan seperti wajarnya dipertontonkan oleh seorang defender.

Apa yang salah?


Ya. Apa yang salah? Sesungguhnya memang sangat tidak adil menyalahkan seorang Daley Blind karena posisi murninya adalah midfielder. Namun, dengan pengalaman dan kematangan bermainnya, seharusnya Blind bisa membimbing, jika tidak ingin menggunakan kata memimpin, seorang Chris Smalling yang memang semenjak ditinggal Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic seolah kehilangan taringnya di lini belakang Manchester United. Setidaknya mungkin itu adalah harapan nya LVG. Tidak ada yang salah memang dengan melakukan tranformasi posisi kepada seorang pemain. Namun tentu saja proses transformasi ini butuh waktu. Maka sudah tentu kemudian keputusan LVG ini menjadi salah karena fans Manchester United di zaman ini tidak terbiasa dalam posisi medioker terlalu lama. Mereka sudah muak dilecehkan ketika David Moyes yang agung mengambil alih kursi manager Manchester United dan kemudian gagal. Mereka pun sudah memberikan satu musim “coba-coba” untuk LVG. Maka, di musim kedua nya ini, kegagalan LVG pun sudah barang tentu adalah salah. 

Menurut saya, LVG memang salah, namun fans Manchester United yang bak glory hunter dan menuntut banyak hal pun bisa jadi salah. Pemain pun salah. Semuanya salah. Mengapa salah? Ya, karena kita bukan Cinta yang selalu benar. Itu kuncinya. K-i-t-a b-u-k-a-n c-i-n-t-a !

Sudah, itu saja. SEKIAN.

No comments:

Post a Comment