Bagian#1
Bandung, suatu hari di Bulan May 2016.
Sore itu, Bandung sedang diselimuti hujan rintik-rintik. Itu
aku, berdiri ragu di depan sebuah coffee shop di Jalan Bengawan. Bukan kali ini
saja aku seperti itu. Beberapa kali aku datangi tempat ini, namun selalu urung
melangkahkan kaki untuk masuk kembali ke sana. Apa aku bisa? Setahun sudah
berlalu. Apalah aku, mungkin wajahku pun sudah tak kamu kenali lagi sekarang.
Namun, entah apa yang membuatku memutuskan masuk untuk sekedar
bersua dengan teman lama atau melihat, apa masih ada kamu di sana? Rindu. Ya,
mungkin aku rindu kamu.
Akhirnya, setelah sekian lama, aku datang lagi ke tempat
ini. Masih sama. Aroma nya. Ambience nya. Tidak ada yang berubah. Ah, aku rindu
di sini. Aku rindu suasana ini. Aku jalan masuk ke dalam, menuju kursi di sudut
ruangan. Kursi ini selalu menjadi favoritku. Dan juga kamu. Semuanya masih
sama. Masih seperti saat terakhir kali kita ke sini. Bedanya, kali ini hanya
ada aku. Tidak ada kamu di depanku.
Lama aku diam, menikmati setiap memori yang sekarang sedang
terputar ulang dikepala. Hingga,,
“Hei, Apa kabar, Ri?”
Suara ceria itu membawa sadarku kembali.
“Hi, Nggi..Baik. Kamu apa kabar?” sapaku.
Dia Anggi, temanku dari SMP. Ceria dan periang. Selalu
begitu. Setidaknya itu yang selalu aku lihat darinya. Coffee shop ini saksinya. Anggi membuka coffee shop ini
tepat sebulan setelah suaminya, Angga, meninggal karena kecelakaan lalu lintas.
Coffee shop Ini adalah cita-cita mereka berdua. Mereka memimpikan punya tempat ngopi yang bisa jadi wadah temu-kangen
teman-temannya. Seakan enggan begitu saja melepaskan mimpi mereka karena
perpisahan itu, Anggi pun memutuskan untuk membuka coffee shop ini.
“hei! Bengong aja..mau
pesen apa nih?” Anggi, untuk kedua kalinya, menyedarkan lamunanku.
“ah, iya..”
“hmm, apa ya? Espresso?” jawabku tak yakin.
“ahaha, kamu tuh
ketebak banget..aku bikinin yang
lain aja ya” Anggi menawarkan.
Tidak lama sampai Anggi datang membawakanku secangkir kopi.
“nih, cobain. Biar tau kalau kopi itu ada yang lain” kata
Anggi.
“eh, tapi..” belum sempat aku selesaikan kalimatku
“iyaa, tenang aja Mr. As it is, itu ga aku kasih tambahan
apa-apa, kok. Murni kopi, as always” Anggi menjawab seakan tahu apa yang ada di
kepalaku. Dan memang ternyata dia tahu.
Kuteguk sekali. Rasanya ringan. Tapi kopinya jelas terasa
“Nggi, ini apa namanya?” tanyaku pada Anggi
“itu kopi yang sama kok, cuma cara bikinnya pakai siphon, jadi disebut siphon coffee deh, Ri.” jawabnya.
“Oh..”
Anggi pun berlalu untuk menerima pelanggan lainnya.
Aku pun kembali dalam lamunanku.
Ya. Aku memang bukan penikmat kopi. Selalu saja Espresso
yang aku pesan tiap kali aku mampir ke coffee shop ini. Ini karena kamu. Kamu
pernah bilang “minumlah Espresso. Selain hidup, inilah kepahitan yang bisa kamu
nikmati.” Kalau dipikir-pikir kembali, itu sinyal ya? Kamu sudah melatihku
untuk menghadapi situasi ini. Melatih perasaanku untuk menikmati kepahitan ini.
Yes, it’s so you. Kamu yang suka sekali bermain teka-teki.
--------------------
Bandung, suatu hari di Bulan September 2002
“hei jelek..”
Aku yang lagi serius baca komik langsung mencari asal sumber
suara itu.
“sstt..sstt..hei kamu. Iya, yang jelek..”
Di depan pintu kudapati sosok perempuan. Ngga cantik sih,
tapi manis lah.
Lalu aku lihat dia dengan pandangan bingung.
“iyaa, kamu itu lho..ga ada siapa-siapa lagi kan?”
Sambil menunjukan telunjuk ke dada sendiri “Aku? Kenapa
emang aku?”
“ada salam tuh dari fikaa!” teriak dia semangat.
“cie rezki..ciee!” serunya sambil berlalu meninggalkan aku
yang kebingungan.
“Cewe aneeh..” gumamku.
Jujur saja, menggemaskan sih. Tapi, tetap saja. Dia aneh.
Aku berniat untuk melanjutkan komikku, tapi ternyata
teman-teman sudah mulai berdatangan masuk ke dalam kelas.
Jam istirahat sudah selesai.
Aku taruh komikku di bawah laci meja, aku ambil buku untuk
bersiap pelajaran berikutnya.
Tidak berapa lama, teman sebangku ku datang. Duduk di
bangkunya dan mengambil buku dari dalam tas nya.
“Eh, Ki..tadi ada cewek ke sini. Katanya ada salam tuh dari
Fika.” Kataku pada Rezki temanku.
“hah? Kok ke elo bilangnya?” tanya Rezki.
“haha, ga tau tuh cewe aneh, Mungkin dia ga ngeh, kalau nama
gua Rizki, bukan Rezki..haha” jawabku asal.
“hahaha..bener juga” Rezki ikut tertawa.
Itu Rezki. Teman sebangku ku. Dia memang sudah terkenal dari
jaman SMP..katanya. Katanya dia, sih.
--------
12.45 WIB
Bel sekolah pun berbunyi. Seiring dengan keluarnya Pak
Ihsan, murid-murid pun mengikuti dari belakang. Kelas bubar.
Aku masih di kelas. Berkutat dengan soal PR yang baru saja
diberikan tadi. Yup, ini kebiasaanku, mengerjakan PR setelah jam sekolah
selesai. Langsung hari itu juga. Karena kupikir, rumah benar-benar tempat
istirahat.
Tidak perlu waktu lama untukku menyelesaikan 10 soal fisika
tersebut. Aku lihat jam, ah sudah hampir jam setengah 2.
Aku rapihkan tasku, memasukan semua barang bawaanku. Setelah
itu bergegas ke pintu untuk pulang.
Hingga aku sadar ada perempuan berdiri di depan pintu kelas.
“Hei,,lama banget ih..ngapain dulu sih?” katanya.
Ini perempuan aneh tadi.
“kenapa lagi?” tanyaku datar.
“ih meuni gitu..ramah kek kalau ngomong sama cewek” katanya
lagi.
“bicara..” aku menanggapi.
“hah? Gimana? Apanya yang bicara?” dia kebingungan.
“bukan ngomong, tapi bicara..” kataku menjelaskan.
“ya ampun, kamu..kan sama aja ih..” katanya membela diri.
“iya, sama. Tapi dari gaya bahasa seperti itu, ga butuh lama
buat aku untuk menyimpulkan kelakuan kamu..” aku ngomong dengan mimik serius.
Aku perhatikan dia. Dalam. Seperti ada kekikukan di matanya.
Aku sebenarnya geli. Aku bukanlah orang yang serius, jadi,
berakting seperti ini jelas menguras konsentrasiku. Iya, konsentrasi nahan
ketawa!
Aku coba jalan melewatinya.
“tidak. Bukan ngga..” ujarnya
Aku berbalik, melihat wajahnya. Lucu. Suka.
“perilaku. Bukan kelakuan..” lanjutnya lagi.
“kalau kamu berbicara seperti itu, tidak perlu waktu lama
untuk saya mengambil kesimpulan kalau..blablablabla” dia mengulangi
kata-kataku. Dengan versi yang lebih baku. Dan dengan mimik yang lebih serius.
Aku pandangi lagi dia. 1 detik..2 detik..3 detik..
“HAHAHAHAHAHAHA” tawa kami pecah bersamaan. Menggema di
lorong itu.
“yuk ah..mau ikut makan di kantin ga?” kataku mengajaknya
berjalan.
Keberanian yang entah kemana selama ini, tiba-tiba bisa muncul begitu
saja. Membuatku berkata seperti ini.
Dia tetap pada tempatnya. Belum bergerak.
“dih..apa sih, belum kenal aja udah ngajak-ngajak. Emang aku
perempuan apa..” katanya sambil sok serius dan kemudian ketawa lagi.
“HAHAHAHA”
“udah, mau ikut makan ga?” ajakku lagi
“aku ga akan ulang ajakan ini lagi, lho..” ujarku
“kok kamu ga marah sih? Padahal kan tadi siang aku ngatain
kamu jelek..” katanya sok sedih.
Imut. Mukanya jadi tambah lucu.
“Iya ga apa, aku emang jelek kok.” Jawabku. Sok sedih juga.
Dia melihat iba. Sepertinya. Atau pura-pura iba.
“Tapi kamu lucu dan baru sekarang aku ketemu perempuan kayak
kamu..hahahaha” aku melanjutkan sambil tertawa.
“yuk ah..” aku beri isyarat untuk berjalan.
Tiba-tiba aku bisa berkata se-santai itu ke perempuan yang
aku belum kenal. Biasanya, untuk membuka obrolan dengan perempuan saja aku
sulit.. -_-
Tapi entah kenapa, energi ceria dari dia bisa menular begitu
saja dan mencairkan segalanya.
Kami pun melanjutkan perbincangan itu sambil berjalan
menyusuri lorong sekolah.
“sekalian juga soalnya” aku melanjutkan
“sekalian apa?” dia bertanya.
“sekalian aku kasih tahu kalau rizki sama rezki itu beda lho
orangnya..haha” aku berujar dan kemudian tertawa
Dia? Cuma nyengir aja..
“iya deh, maaf”
“tapi gara-gara itu, aku jadi tau lho nama kamu. Kamu Rizki
Ramadhan, dari Jakarta” katanya. Lalu tersenyum.
“ahaha..nah itu tau” kata ku.
“kok kamu ga nanya nama aku?” katanya sok imut. Lagi.
“ahahaha..” aku tertawa.
“aku tahu kok nama kamu, Raya Nirwani, kan?” ujar ku.
“ahahaha, ternyata bukan aku aja yang cari tau ya?” kata dia
semangat.
“aku ga nyari tau kok. Itu ada di situ” kataku sambil
menunjuk bet namanya.
“IIIHHH..Kamu kok berani liat-liat!”
ujarnya memasang muka akan marah.
Dan. Gagal. Dia malah jadi tambah lucu..dan menggemaskan.
“ahahahaha..ya kan itu fungsinya bet nama..” aku membela
diri.
-----
Ya. Itulah saat pertama kami membagi tawa bersama. Dan masih
banyak lagi tawa-tawa yang menghiasi masa SMA kami.
Dia
Raya, yang belakangan aku tahu nama lengkapnya, Raya Putri Nirwani. Calon
istriku.BERSAMBUNG..
No comments:
Post a Comment