Thursday, 2 June 2016

[Cerita Fiksi] It's Always You. Always Been You..



Bagian#1

Bandung, suatu hari di Bulan May 2016.


Sore itu, Bandung sedang diselimuti hujan rintik-rintik. Itu aku, berdiri ragu di depan sebuah coffee shop di Jalan Bengawan. Bukan kali ini saja aku seperti itu. Beberapa kali aku datangi tempat ini, namun selalu urung melangkahkan kaki untuk masuk kembali ke sana. Apa aku bisa? Setahun sudah berlalu. Apalah aku, mungkin wajahku pun sudah tak kamu kenali lagi sekarang. 

Namun, entah apa yang membuatku memutuskan masuk untuk sekedar bersua dengan teman lama atau melihat, apa masih ada kamu di sana? Rindu. Ya, mungkin aku rindu kamu.

Akhirnya, setelah sekian lama, aku datang lagi ke tempat ini. Masih sama. Aroma nya. Ambience nya. Tidak ada yang berubah. Ah, aku rindu di sini. Aku rindu suasana ini. Aku jalan masuk ke dalam, menuju kursi di sudut ruangan. Kursi ini selalu menjadi favoritku. Dan juga kamu. Semuanya masih sama. Masih seperti saat terakhir kali kita ke sini. Bedanya, kali ini hanya ada aku. Tidak ada kamu di depanku.

Lama aku diam, menikmati setiap memori yang sekarang sedang terputar ulang dikepala. Hingga,,

“Hei, Apa kabar, Ri?”

Suara ceria itu membawa sadarku kembali.

“Hi, Nggi..Baik. Kamu apa kabar?” sapaku.

Dia Anggi, temanku dari SMP. Ceria dan periang. Selalu begitu. Setidaknya itu yang selalu aku lihat darinya. Coffee shop ini saksinya. Anggi membuka coffee shop ini tepat sebulan setelah suaminya, Angga, meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Coffee shop Ini adalah cita-cita mereka berdua. Mereka memimpikan punya tempat ngopi yang bisa jadi wadah temu-kangen teman-temannya. Seakan enggan begitu saja melepaskan mimpi mereka karena perpisahan itu, Anggi pun memutuskan untuk membuka coffee shop ini.

“hei! Bengong aja..mau pesen apa nih?” Anggi, untuk kedua kalinya, menyedarkan lamunanku.

“ah, iya..”
“hmm, apa ya? Espresso?” jawabku tak yakin.

“ahaha, kamu tuh ketebak banget..aku bikinin yang lain aja ya” Anggi menawarkan.

Tidak lama sampai Anggi datang membawakanku secangkir kopi.

“nih, cobain. Biar tau kalau kopi itu ada yang lain” kata Anggi.

“eh, tapi..” belum sempat aku selesaikan kalimatku

“iyaa, tenang aja Mr. As it is, itu ga aku kasih tambahan apa-apa, kok. Murni kopi, as always” Anggi menjawab seakan tahu apa yang ada di kepalaku. Dan memang ternyata dia tahu.

Kuteguk sekali. Rasanya ringan. Tapi kopinya jelas terasa

“Nggi, ini apa namanya?” tanyaku pada Anggi

“itu kopi yang sama kok, cuma cara bikinnya pakai siphon, jadi disebut siphon coffee deh, Ri.” jawabnya.

“Oh..” 

Anggi pun berlalu untuk menerima pelanggan lainnya.

Aku pun kembali dalam lamunanku.

Ya. Aku memang bukan penikmat kopi. Selalu saja Espresso yang aku pesan tiap kali aku mampir ke coffee shop ini. Ini karena kamu. Kamu pernah bilang “minumlah Espresso. Selain hidup, inilah kepahitan yang bisa kamu nikmati.” Kalau dipikir-pikir kembali, itu sinyal ya? Kamu sudah melatihku untuk menghadapi situasi ini. Melatih perasaanku untuk menikmati kepahitan ini. Yes, it’s so you. Kamu yang suka sekali bermain teka-teki.

--------------------

 

Bandung, suatu hari di Bulan September 2002


“hei jelek..”

Aku yang lagi serius baca komik langsung mencari asal sumber suara itu.
“sstt..sstt..hei kamu. Iya, yang jelek..”

Di depan pintu kudapati sosok perempuan. Ngga cantik sih, tapi manis lah.

Lalu aku lihat dia dengan pandangan bingung.

“iyaa, kamu itu lho..ga ada siapa-siapa lagi kan?”

Sambil menunjukan telunjuk ke dada sendiri “Aku? Kenapa emang aku?”

“ada salam tuh dari fikaa!” teriak dia semangat.

“cie rezki..ciee!” serunya sambil berlalu meninggalkan aku yang kebingungan.

“Cewe aneeh..” gumamku.

Jujur saja, menggemaskan sih. Tapi, tetap saja. Dia aneh.

Aku berniat untuk melanjutkan komikku, tapi ternyata teman-teman sudah mulai berdatangan masuk ke dalam kelas.
Jam istirahat sudah selesai.

Aku taruh komikku di bawah laci meja, aku ambil buku untuk bersiap pelajaran berikutnya.
Tidak berapa lama, teman sebangku ku datang. Duduk di bangkunya dan mengambil buku dari dalam tas nya. 

“Eh, Ki..tadi ada cewek ke sini. Katanya ada salam tuh dari Fika.” Kataku pada Rezki temanku.

“hah? Kok ke elo bilangnya?” tanya Rezki.

“haha, ga tau tuh cewe aneh, Mungkin dia ga ngeh, kalau nama gua Rizki, bukan Rezki..haha” jawabku asal.

“hahaha..bener juga” Rezki ikut tertawa.

Itu Rezki. Teman sebangku ku. Dia memang sudah terkenal dari jaman SMP..katanya. Katanya dia, sih.

--------
12.45 WIB

Bel sekolah pun berbunyi. Seiring dengan keluarnya Pak Ihsan, murid-murid pun mengikuti dari belakang. Kelas bubar.
Aku masih di kelas. Berkutat dengan soal PR yang baru saja diberikan tadi. Yup, ini kebiasaanku, mengerjakan PR setelah jam sekolah selesai. Langsung hari itu juga. Karena kupikir, rumah benar-benar tempat istirahat. 

Tidak perlu waktu lama untukku menyelesaikan 10 soal fisika tersebut. Aku lihat jam, ah sudah hampir jam setengah 2.
Aku rapihkan tasku, memasukan semua barang bawaanku. Setelah itu bergegas ke pintu untuk pulang. 

Hingga aku sadar ada perempuan berdiri di depan pintu kelas.

“Hei,,lama banget ih..ngapain dulu sih?” katanya.
Ini perempuan aneh tadi.

“kenapa lagi?” tanyaku datar.

“ih meuni gitu..ramah kek kalau ngomong sama cewek” katanya lagi.

“bicara..” aku menanggapi.

“hah? Gimana? Apanya yang bicara?” dia kebingungan.

“bukan ngomong, tapi bicara..” kataku menjelaskan.

“ya ampun, kamu..kan sama aja ih..” katanya membela diri.

“iya, sama. Tapi dari gaya bahasa seperti itu, ga butuh lama buat aku untuk menyimpulkan kelakuan kamu..” aku ngomong dengan mimik serius.

Aku perhatikan dia. Dalam. Seperti ada kekikukan di matanya.

Aku sebenarnya geli. Aku bukanlah orang yang serius, jadi, berakting seperti ini jelas menguras konsentrasiku. Iya, konsentrasi nahan ketawa!

Aku coba jalan melewatinya.

“tidak. Bukan ngga..” ujarnya

Aku berbalik, melihat wajahnya. Lucu. Suka.

“perilaku. Bukan kelakuan..” lanjutnya lagi.

“kalau kamu berbicara seperti itu, tidak perlu waktu lama untuk saya mengambil kesimpulan kalau..blablablabla” dia mengulangi kata-kataku. Dengan versi yang lebih baku. Dan dengan mimik yang lebih serius.

Aku pandangi lagi dia. 1 detik..2 detik..3 detik..

“HAHAHAHAHAHAHA” tawa kami pecah bersamaan. Menggema di lorong itu.

“yuk ah..mau ikut makan di kantin ga?” kataku mengajaknya berjalan. 

Keberanian yang entah kemana selama ini, tiba-tiba bisa muncul begitu saja. Membuatku berkata seperti ini.

Dia tetap pada tempatnya. Belum bergerak.

“dih..apa sih, belum kenal aja udah ngajak-ngajak. Emang aku perempuan apa..” katanya sambil sok serius dan kemudian ketawa lagi.

“HAHAHAHA”

“udah, mau ikut makan ga?” ajakku lagi

“aku ga akan ulang ajakan ini lagi, lho..” ujarku

“kok kamu ga marah sih? Padahal kan tadi siang aku ngatain kamu jelek..” katanya sok sedih.
Imut. Mukanya jadi tambah lucu.

“Iya ga apa, aku emang jelek kok.” Jawabku. Sok sedih juga.
Dia melihat iba. Sepertinya. Atau pura-pura iba.

“Tapi kamu lucu dan baru sekarang aku ketemu perempuan kayak kamu..hahahaha” aku melanjutkan sambil tertawa. 

“yuk ah..” aku beri isyarat untuk berjalan.

Tiba-tiba aku bisa berkata se-santai itu ke perempuan yang aku belum kenal. Biasanya, untuk membuka obrolan dengan perempuan saja aku sulit.. -_-

Tapi entah kenapa, energi ceria dari dia bisa menular begitu saja dan mencairkan segalanya.
Kami pun melanjutkan perbincangan itu sambil berjalan menyusuri lorong sekolah.

“sekalian juga soalnya” aku melanjutkan
 
“sekalian apa?” dia bertanya.

“sekalian aku kasih tahu kalau rizki sama rezki itu beda lho orangnya..haha” aku berujar dan kemudian tertawa

Dia? Cuma nyengir aja..

“iya deh, maaf”

“tapi gara-gara itu, aku jadi tau lho nama kamu. Kamu Rizki Ramadhan, dari Jakarta” katanya. Lalu tersenyum.

“ahaha..nah itu tau” kata ku.

“kok kamu ga nanya nama aku?” katanya sok imut. Lagi. 

“ahahaha..” aku tertawa.

“aku tahu kok nama kamu, Raya Nirwani, kan?” ujar ku.

“ahahaha, ternyata bukan aku aja yang cari tau ya?” kata dia semangat.

“aku ga nyari tau kok. Itu ada di situ” kataku sambil menunjuk bet namanya.

“IIIHHH..Kamu kok berani liat-liat!” ujarnya memasang muka akan marah.
Dan. Gagal. Dia malah jadi tambah lucu..dan menggemaskan.

“ahahahaha..ya kan itu fungsinya bet nama..” aku membela diri.
-----
Ya. Itulah saat pertama kami membagi tawa bersama. Dan masih banyak lagi tawa-tawa yang menghiasi masa SMA kami.
Dia Raya, yang belakangan aku tahu nama lengkapnya, Raya Putri Nirwani. Calon istriku.

BERSAMBUNG..

No comments:

Post a Comment